Sabtu, 08 Desember 2018

RASIO KEUANGAN


RASIO KEUANGAN

Pengertian Rasio Keuangan
Pengertian analisis rasio keuangan atau yang dikenal dengan istilah financial ratio  ialah sebagai alat analisis untuk  membandingkan angka-angka yang terdapat pada laporan keuangan dan juga untuk melihat atau mengetahui posisi keuangan suatu perusahaan serta menilai kinerja manajemen perusahaan tersebut dalam satu periode tertentu.


Manfaat Analisis Rasio Keuangan (Financial Ratio Analysis)
Analisis Rasio Keuangan memberikan berbagai manfaat bagi manajemen perusahaan, kreditur dan investor. Beberapa manfaat analisis rasio keuangan adalah sebagai berikut :

§  Membantu menganalisis tren kinerja sebuah perusahaan.
§  Membantu para stakeholder untuk membandingkan hasil keuangan suatu perusahaan dengan pesaingnya.
§  Membantu Manajemen, kreditur dan investor untuk mengambil keputusan.
§  Dapat menunjukan letak permasalahan keuangan perusahaan serta kekuatan dan kelemahannya.

Keunggulan Analisis Rasio Keuangan
Analisis keuangan, yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan dan kekuatan di bidang finansial akan sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen dimasa lalu dan prospeknya dimasa mendatang. Dengan analisis keuangan ini dapat diketahui kekuatan serta kelemahan yang dimiliki oleh seorang busines enterprise. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi apakah perusahaan memiliki kas yang cukup untuk memenuhi kewajiban finansialnya, besarnya piutang yang cukup rasional, efisiensi manajemen persediaan, perencanaan pengeluaran investasi yang baik, dan struktur modal yang sehat sehingga tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat tercapai. Dengan menganalisis prestasi keuangan, seorang analis keuangan akan dapat menilai apakah manajer keuangan dapat merencanakan dan mengimplementasikan kedalam setiap tindakan secara konsisten dengan tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Disamping itu analisis semacam ini juga dapat dipergunakan oleh pihak lain seperti bank, untuk menilai apakah cukup beralasan ( layak ) untuk memberikan tambahan dana atau kredit baru, calon investor untuk memproyeksikan prospek perusahaan dimasa datang ( R. Agus Sartono, 1994 : 119 – 120 ).

Kelemahan Analisis Rasio Keuangan
Menurut Teuku Mirza dan Imbuh S ( 1999 ), ada beberapa kelemahan dari rasio keuangan :
(1)    Adanya distorsi karena laba yang dimasukkan tidak memasukkan unsur biaya modal ekuitas.
(2)    Laporan keuangan dari suatu perusahaan yang memiliki sejumlah divisi dari industri yang berlainan akan sulit dibandingkan dengan perusahaan lain atau dengan data suatu industri.
(3)    Terjadinya distorsi karena pengaruh inflasi dan penggunaan data historis dalam akuntansi.
(4)    Laporan keuangan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus didukung oleh catatan atas laporan keuangan. Informasi ini harus dicermati karena mungkin memuat potensi masalah yang dapat sangat mempengaruhi kondisi keuangan suatu perusahaan.
(5)    Kesulitan dalam menginterpretasikan hasil analisa. Misalkan, quick rqtio yang tinggi apakah bagus karena kuatnya likuiditas perusahaan. Atau, justru jelek karena perusahaan memegang kas yang berlebih yang justru tidak produktif.
(6)    Perbedaan dalam perlakuan akuntansi dapat menimbulkan distorsi dalam membandingkan rasio.
(7)    Adanya praktek window dressing tentunya membuat laporan keuangan terlihat bagus.

Nah sekarang kita akan bahas macam-macam rasio keuangan. Ada apa aja sih macam-macam rasio keuangan? Yukk kita bahas!!!

1.  Earning Ratio

·        DPS (Dividen Per Share)
Pengertian dividen per lembar saham (DPS) menurut Susan Irawati (2006:64) menyatakan bahwa : 
"Dividen per lembar saham (DPS) adalah besarnya pembagian dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham setelah dibandingkan dengan rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar”.
Dividend Per Share (DPS) adalah bagian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham yang jumlahnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki.

Rumus : 
DPS = Total dividen yg dibagikan : Jumlah lembar saham yg beredar

·        EPS (Earning Per Share)
Laba per saham atau Earning Per Share atau EPS adalah ukuran profitabilitas yang sangat berguna dan apabila dibandingkan dengan Laba per Saham pada perusahaan sejenisnya, Laba per Saham ini akan memberikan suatu gambaran yang sangat jelas tentang  kekuatan profitabilitas antara perusahaan yang bersangkutan dengan perusahaan pembandingnya. Perlu diketahui bahwa perusahaan pembandingnya harus merupakan perusahaan yang bergerak di jenis industri yang sama. Earning per Share atau EPS ini apabila dihitung selama beberapa tahun, maka akan menunjukan apakah profitabilitas perusahaan tersebut semakin membaik atau malah semakin memburuk. Investor biasanya akan menginvestasikan dananya pada perusahaan yang Laba per Sahamnya yang terus meningkat.

Rumus :

EPS (Earning per Share atau Lembar per Saham) dihitung dengan membagi laba bersih setelah pajak dan dividen yang dibagikan dengan jumlah saham yang beredar. Earning per Share ini dapat dinyatakan dengan rumus EPS dibawah ini :

Laba per Saham (EPS) =  (Laba Bersih setelah Pajak  – Dividen)  / Jumlah Saham yang Beredar

Jika terjadi perubahan struktur modal (contohnya perubahan jumlah saham) selama perioda pelaporan, maka saham yang beredar harus dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang saham (weighted average share) yang beredar selama tahun berjalan.

·        RPS (Revenue Per Share)
             Perhitungan pendapatan untuk trailing 12-bulan (TTM) dibagi dengan                          saham    yang beredar.

Rumus :

Pendapatan Per Saham (Kuartal) = Penerimaan Kuartalan / Saham Biasa

Pendapatan Per Saham (TTM) = Tertinggal 12 Bulan Pendapatan / Saham Biasa Beredar dari kuartal terbaru

·        BVPS ( Book Value Per Share)
`        Book Value per Share (BVPS) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Nilai Buku per Saham adalah rasio yang digunakan untuk membandingkan ekuitas pemegang saham dengan jumlah saham yang beredar. Dengan kata lain, Rasio Book Value per Share ini digunakan untuk mengetahui berapa jumlah uang yang akan diterima oleh pemegang saham apabila suatu perusahaan dibubarkan (dilikuidasi) atau jumlah uang yang dapat diterima oleh pemegang saham apabila semua aktiva (aset) perusahaan dijual sebesar nilai bukunya.

Rumus :

Book Value per Share = Total Ekuitas / Jumlah Saham yang Beredar

atau

Book Value per Share = (Aset – Hutang) / Jumlah Saham yang beredar

·        CFPS ( Cash Flow Per Share)
Arus kas per saham adalah laba setelah pajak ditambah depresiasi pada basis per-saham yang berfungsi sebagai ukuran kekuatan keuangan perusahaan. Banyak analis keuangan lebih menekankan pada nilai arus kas per saham daripada nilai laba per saham. Meskipun nilai laba per saham dapat dimanipulasi, arus kas per saham lebih sulit diubah, sehingga menghasilkan nilai kekuatan dan keberlanjutan model bisnis tertentu yang lebih akurat.

Rumus :

Cash Flow Per Share = (Operating Cash Flow – Preferred Dividends) / Common Shares Outstanding

·        CEPS (Cash Equivalent Per Share)
Kas dan setara kas (CCE) adalah aset lancar paling likuid yang ditemukan pada neraca keuangan suatu perusahaan. Setara tunai adalah komitmen jangka pendek "dengan kas menganggur sementara dan mudah dikonversi menjadi jumlah uang tunai yang diketahui". [1] Investasi biasanya dihitung sebagai setara kas ketika memiliki jangka waktu pendek 90 hari atau kurang, dan dapat dimasukkan ke dalam saldo kas dan setara kas dari tanggal akuisisi ketika ia membawa risiko tidak signifikan dari perubahan dalam nilai aset ; dengan lebih dari 90 hari, aset tersebut tidak dianggap sebagai kas dan setara kas. Investasi ekuitas sebagian besar dikecualikan dari setara kas, kecuali pada dasarnya setara kas, misalnya, jika saham yang disukai diperoleh dalam jangka waktu pendek dan dengan tanggal pemulihan yang ditentukan.

Rumus :

Change in CCE = End of Year Cash and Cash equivalents - Beginning of Year Cash and Cash Equivalents

Value of Cash and Cash Equivalents at the end of period = Net Cash Flow + Value of CCE at the period of beginning

·        NAVPS (Net Assets Value Per Share)
Net Assets Value Per Share (NAVPS) adalah ekspresi untuk nilai aset bersih yang mewakili nilai per saham dari reksadana, dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) atau dana tertutup. Ini dihitung dengan membagi total nilai aset bersih dari dana atau perusahaan dengan jumlah saham yang beredar.

Rumus :

NAVPS = (Market Value of All Securities Held by Fund + Cash and Equivalent Holdings - Fund Liabilities) / Total Fund Shares Outstanding


2.  Valuation Ratio

·        PER ( Price to Earning Ratio)
Price To Earning Ratio, atau disingkat P/E Ratio adalah alat utama penghitungan harga saham suatu perusahaan dibandingkan dengan pendapatan perusahaan.

Rumus :

P/E Ratio = Harga Saham / Earning Per Share

·        PSR (Price Sales Ratio)
Price to Sales Ratio (PSR atau P/S Ratio) yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan Rasio Harga terhadap Penjualan ini adalah rasio keuangan yang membandingkan harga saham perusahaan dengan penjualan tahunannya. Sama dengan Price to Earning Ratio (PER) dan Price/Earning to Growth Ratio (PEG), Price to Sales Ratio ini biasanya juga digunakan untuk penilaian saham atau umumnya disebut dengan istilah Rasio Valuasi Investasi atau Rasio Valuasi Saham.

Rumus :

Rasio Harga Terhadap Penjualan atau Price to Sales Ratio ini dihitung dengan membagikan Harga per Saham dengan Pendapatan per Saham.

Price to Sales Ratio = Harga per Saham / Pendapatan per Saham

Atau

Price to Sales Ratio = Kapitalisasi Pasar / Penjualan

Catatan :
Harga per Saham dapat dilihat dari sumber-sumber yang memuat data pasar saham sedangkan Pendapatan per Saham dapat dihitung dengan membagikan Pendapatan Perusahaan yang terdapat dalam Laporan Keuangan dengan Jumlah keseluruhan saham yang beredar.
Kapitalisasi Pasar dapat dihitung dengan mengalikan Harga per Saham dengan jumlah saham yang beredar. Sedangkan Pendapatan Perusahaan dapat dilihat dari Laporan Keuangan Perusahaan yang bersangkutan.

·        PBVR (Price Book Value Ratio)
Price to Book Value atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Rasio Harga terhadap Nilai Buku yang disingkat dengan PBV adalah rasio valuasi investasi yang sering digunakan oleh investor untuk membandingkan nilai pasar saham perusahaan dengan nilai bukunya.  RAsio PBV ini menunjukan berapa banyak pemegang saham yang membiayai aset bersih perusahaan.
Nilai Buku atau Book Value memberikan perkiraan nilai suatu perusahaan apabila diharuskan untuk dilikuidasi. Nilai Buku ini adalah nilai aset perusahaan yang tercantum dalam laporan keuangan atau Balance Sheet dan dihitung dengan cara mengurangkan kewajiban perusahaan dari asetnya (Nilai Buku = Aktiva – Kewajiban). Dengan kata lain, Rasio Price to Book Value ini dapat menunjukan apa yang  akan didapatkan oleh pemegang saham setelah perusahaan terjual dengan semua hutangnya telah dilunasi. Rasio PBV yang rendah merupakan tanda yang baik bagi perusahaan.
Price to Book Value atau Price/Book Value Ratio ini membantu investor untuk membandingkan nilai pasar atau harga saham yang mereka bayar per saham dengan ukuran tradisional nilai suatu perusahaan.

Rumus :

Rasio Harga terhadap Nilai Buku = Harga per Lembar Saham / Nilai Buku per lembar Saham

Atau dalam bahasa Inggris :

Price to Book Value (PBV) =  Stock Price per Share / Book Vale Per Share

·        PCFR (Price Cash Flow Ratio)
Price to Cash Flow Ratio (PCFR atau P/CF Ratio) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Harga Terhadap Arus Kas adalah rasio valuasi investasi yang digunakan oleh investor untuk mengevaluasi daya tarik investasi terhadap saham suatu perusahaan dengan membandingkan harga saham suatu perusahaan dengan arus kas perusahaan tersebut. Dengan kata lain, Price to Cash Flow Rasio ini menunjukan jumlah uang yang bersedia dibayar oleh Investor untuk arus kas yang dihasilkan oleh perusahaan.

Rumus :

Price to Cash Flow Ratio = Harga Saham / Arus Kas per Saham

Price to Cash Flow Ratio ini juga bisa dihitung dengan menggunakan Kapitalisasi Pasar. Persamaan atau Rumusnya dapat ditulis seperti dibawah ini :

Price to Cash Flow Ratio = Kapitalisasi Pasar / Arus Kas

Keterangan :
Arus Kas per Saham dapat dihitung dengan menambahkan amortisasi dan penyusutan (depresiasi) ke laba bersih kemudian dibagi dnegan jumlah saham yang beredar. Arus Kas ini dapat kita temukan di Laporan Keuangan Arus Kas Tahunan.

Arus Kas per Saham = (Pendapatan bersih + Depresiasi + Amortisasi) / Jumlah saham yang beredar


3.  Protatibility Ratio

·        DPR (Divident Payout Ratio)
Dividend Payout Ratio (DPR) atau Rasio Pembayaran Dividen adalah rasio yang menunjukkan persentase setiap keuntungan yang diperoleh yang didistribusikan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai.
Jadi DPR menunjukkan besaran dividen yang dibagikan terhadap total laba bersih perusahaan sekaligus menjadi sebuah parameter untuk mengukur besaran dividen yang akan dibagikan ke pemegang saham
Definisi lain dari Dividend Payout Ratio menyebutkan bahwa DPR adalah jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham dibandingkan dengan jumlah total laba bersih perusahaan.
Jumlah yang tidak dibayarkan dalam dividen kepada pemegang saham dipegang oleh perusahaan untuk mengembangkan perusahaan. Jumlah yang disimpan oleh perusahaan disebut saldo laba ditahan.

Rumus :

DPR dihitung dengan membagi jumlah dividen tunai perusahaan dengan laba bersih perusahaan.

DPR = Dividend : Net Profit (Laba Bersih)

Dividend Payout Ratio juga dapat dihitung dengan rumus per lembar saham kembali berdasarkan “per saham”.
Jika dividen per saham dan laba per saham diketahui, rasio pembayaran dividen dapat dihitung dengan menggunakan konsep dividen yang sama yang dibayarkan dibagi dengan pendapatan, atau laba bersih.

DPR = Dividend Per Share (DPS) : Earning Per Share (EPS)

Dividend Payout Ratio juga dapat dihitung dengan menghitung Retention Ratio (RR) terlebih dahulu.
Retention Ratio adalah rasio yang menunjukkan persentase saldo laba yang ditahan dibandingkan dengan laba bersih perusahaan.

RR = Saldo Laba Ditahan : Net Profit (Laba Bersih)
DPR = 1 – Retention Ratio

·        GPM (Gross Profit Margin)
Gross Profit Margin atau Marjin Laba Kotor adalah rasio profitabilitas yang digunakan untuk menghitung persentase kelebihan laba kotor terhadap pendapatan penjualan. Gross Profit atau Laba Kotor yang dimaksud disini adalah pendapatan Penjualan yang dikurangi dengan Harga Pokok Penjualan (HPP).  Biaya yang termasuk pada Harga Pokok Penjualan (HPP) atau Cost of Goods Sold (CGS) ini diantaranya seperti bahan baku dan tenaga kerja langsung yang terkait dengan pembuatan suatu produk. Dengan kata lain, Rasio Marjin Laba Kotor atau Gross Profit Margin ini digunakan untuk mengukur seberapa efisien perusahaan menggunakan bahan dan tenaga kerjanya untuk memproduksi dan menjual produk-produknya untuk menghasilkan keuntungan.   
Marjin Laba Kotor atau Gross Profit Margin ini merupakan suatu indikator penting karena dapat memberikan informasi kepada Manajemen maupun Investor tentang seberapa untungnya kegiatan bisnis yang dijalankan oleh suatu perusahaan tanpa memperhitungkan biaya tidak langsung. Marjin Laba Kotor ini juga dapat memberikan wawasan kepada investor tentang tingkat kesehatan perusahaan yang sebenarnya.

Rumus :

Untuk mendapatkan Marjin Laba Kotor, kita perlu mendapatkan dulu hasil Laba Kotornya, Laba Kotor atau Gross Profit adalah Total pendapatan penjualan yang dikurangi Harga Pokok Penjualan (HPP).

Laba Kotor = Pendapatan Penjualan – Harga Pokok Penjualan

Setelah mendapatkan Laba Kotor atau Gross Profit, selanjutnya adalah membagikan Laba Kotor (Gross Profit) tersebut dengan total Pendapatan Penjualan (Sales Revenue).

Marjin Laba Kotor = Laba Kotor / Pendapatan Penjualan

Keterangan :

Harga Pokok Penjualan (HPP) atau Cost of Goods Sold (COGS) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk dapat memproduksi barang yang dijual atau Harga perolehan dari barang yang dijual. Biaya-biaya pembentuk HPP diantaranya seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya-biaya overhead.
Pendapatan Penjualan atau Sales Revenue adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan dari penjualan produk atau jasa kepada pelanggannya.

·        NPM (Net Profit Margin)
Net Profit Margin (NPM) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Marjin Laba Bersih adalah rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur persentase laba bersih pada suatu perusahaan terhadap penjualan bersihnya. Marjin Laba Bersih ini menunjukan proporsi penjualan yang tersisa setelah dikurangi semua biaya terkait. Net Profit Margin ini sering disebut juga dengan Profit Margin Ratio (Rasio Marjin Laba).
Bagi Investor, Marjin Laba Bersih atau Net Profit Margin ini biasanya digunakan untuk mengukur seberapa efisien manajemen mengelola perusahaannya  dan juga memperkirakan profitabilitas masa depan berdasarkan peramalan penjualan yang dibuat oleh manajemennya. Dengan membandingkan laba bersih dengan total penjualan, investor dapat melihat berapa persentase pendapatan yang digunakan untuk membayar biaya operasional dan biaya non-operasional serta berapa persentase tersisa yang  dapat  membayar dividen ke para pemegang saham ataupun berinvestasi kembali ke perusahaannya.

Rumus :

Marjin Laba Bersih = Laba Bersih setelah Pajak / Pendapatan Penjualan bersih

Atau dalam bahasa Inggris :

`        Net Profit Margin = Net Profit / Net Sales

·        EBIT (Earning Before Interest & Tax)
Earnings Before Interest & Taxes (EBIT) atau Pendapatan Sebelum Bunga & Pajak merupakan indikator profitabilitas perusahaan, dihitung sebagai pendapatan dikurangi biaya, tidak termasuk pajak dan bunga.
EBIT juga disebut sebagai Operating Earnings, Operating Profit, dan Profit Before Interest and Taxes (PBIT).
EBIT digunakan untuk mengukur laba yang dihasilkan perusahaan dari operasinya, sehingga identik dengan “laba operasi”.
Dengan mengabaikan biaya pajak dan bunga, EBIT berfokus pada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan dari operasi.

Rumus :

EBIT = Pendapatan – Biaya Operasional

atau

EBIT = Laba Bersih + Bunga + Pajak

·        ROE (Return On Equity)
Pengembalian ekuitas atau ROE (Return On Equity) adalah salah satu perhitungan yang masuk dalam rasio profitabilitas. ROE merupakan perhitungan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dengan menggunakan modal sendiri dan menghasilkan laba bersih yang tersedia bagi pemilik atau investor. ROE sangat bergantung pada besar-kecilnya perusahaan, misalnya untuk perusahaan kecil tentu memiliki modal yang relatif kecil, sehingga ROE yang dihasilkanpun kecil, begitu pula sebaliknya untuk perusahaan besar.
Return on equity (ROE) adalah jumlah imbal hasil dari laba bersih terhadap ekuitas dan dinyatakan dalam bentuk persen. ROE digunakan untuk mengukur kemampuan suatu badan usaha dalam menghasilkan laba dengan bermodalkan ekuitas yang sudah diinvestasikan pemegang saham. ROE dinyatakan dalam persentase dan dihitung dengan rumus
ROE (Return On Equity) membandingkan laba bersih setelah pajak dengan ekuitas yang telah diinvestasikan pemegang saham perusahaan (Van Horne dan Wachowicz, 2005:225).

Rumus :

Return On Equity = laba bersih : ekuitas

·        ROA (Return On Assets)
Return on Assets atau dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan Tingkat Pengembalian Aset adalah rasio profitabilitas yang menunjukan persentase keuntungan (laba bersih) yang diperoleh perusahaan sehubungan dengan keseluruhan sumber daya atau rata-rata jumlah aset. Dengan kata lain, Return on Assets atau sering disingkat dengan ROA adalah rasio yang mengukur seberapa efisien suatu perusahaan dalam mengelola asetnya untuk menghasilkan laba selama suatu periode. ROA dinyatakan dalam persentase (%).
Dapat dikatakan bahwa satu-satunya tujuan aset perusahaan adalah menghasilkan pendapatan dan tentunya juga menghasilkan keuntungan atau laba bagi perusahaan itu sendiri. Rasio ROA atau Return on Assets ini dapat membantu manajemen dan investor untuk melihat seberapa baik suatu perusahaan mampu mengkonversi investasinya pada aset menjadi keuntungan atau laba (profit). 

Rumus :

Return on Assets (ROA) = Laba bersih setelah Pajak / Total Aset (atau rata-rata Total Aset)


4.  Liquidity Ratio

·        DER (Debt to Equity Ratio)
Debt to Equity Ratio atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Rasio Hutang terhadap Ekuitas atau Rasio Hutang Modal adalah suatu rasio keuangan yang menunjukan proporsi relatif antara Ekuitas dan Hutang yang digunakan untuk membiayai aset perusahaan. Rasio Debt to Equity ini juga dikenal sebagai Rasio Leverage (rasio pengungkit) yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa baik struktur investasi suatu perusahaan.
Debt to Equity Ratio atau DER adalah rasio keuangan utama dan digunakan untuk menilai posisi keuangan suatu perusahaan. Rasio ini juga merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajibannya.  Rasio Debt to Equity ini merupakan rasio penting untuk diperhatikan pada saat memeriksa kesehatan keuangan perusahaan. Jika rasionya meningkat, ini artinya perusahaan dibiayai oleh kreditor (pemberi hutang) dan bukan dari sumber keuangannya sendiri yang mungkin merupakan trend yang cukup berbahaya. Pemberi pinjaman dan Investor biasanya memilih Debt to Equity Ratio yang rendah karena kepentingan mereka lebih terlindungi jika terjadi penurunan bisnis pada perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, perusahaan yang memiliki Debt to Equity Ratio atau Rasio Hutang terhadap Ekuitas yang tinggi mungkin tidak dapat menarik tambahan modal dengan pinjaman dari pihak lain.

Rumus :

Rasio Hutang Terhadap Ekuitas atau Debt to Equity Ratio (DER) dihitung dengan cara mengambil total kewajiban hutang (Liabilities) dan membaginya dengan Ekuitas (Equity). 
Berikut dibawah ini adalah Rumus Debt to Equity Ratio (DER).

Debt to Equity Ratio (DER) = Total Hutang / Ekuitas

Catatan :
Hutang atau Kewajiban (Liabilities) adalah kewajiban yang harus dibayarkan secara tunai ke pihak lain dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan jangka waktu pelunasannya, Kewajiban atau hutang ini biasanya diklasifikasikan menjadi Kewajiban lancar, kewajiban jangka panjang dan kewajiban lain-lain.
Ekuitas (Equity) adalah hak pemilik atas aset atau aktiva perusahaan yang merupakan kekayaan bersih (jumlah aktiva dikurangi dengan kewajiban). Ekuitas dapat terdiri dari setoran pemilik perusahaan dan sisa laba yang ditahan (retained earning).





Referensi :
http://www.investorwords.com/12679/revenue_per_share.html (Diakses pada tanggal 7 Desember 2018)
https://ycharts.com/glossary/terms/revenue_per_share (Diakses pada tanggal 7 Desember 2018)
https://www.investopedia.com/terms/c/cashflowpershare.asp (Diakses pada tanggal 8 Desember 2018)
https://en.wikipedia.org/wiki/Cash_and_cash_equivalents (Diakses pada tanggal 8 Desember 2018)
https://www.investopedia.com/terms/n/navpershare.asp (Diakses pada tanggal 8 Desember 2018)
https://www.accelainfinia.com/glossary/ebit/ (Diakses pada tanggal 8 Desember 2018)